Minggu, 26 Oktober 2008



KISAH SUKSES TRANSMIGRAN DI JAMBI ; Berjuang 30 Tahun, Berhasil Jadi Miliarder


16/06/2008 08:31:39
ALUNAN gamelan yang ditingkahi tembang waranggana memecah suasana siang di tanah lapang Singkut, Sarolangun, Jambi. Ribuan undangan duduk berjejer mengenakan pakaian surjan, blangkon dan berkebaya dengan wajah gembira sehingga mengubur kerut tuanya. Itulah kegembiraan yang ditunjukkan para transmigran sukses setelah melakukan perjuangan selama tiga dasa warsa.
Memang, ukuran kesuksesan yang mereka raih itu berbeda-beda, tetapi kebersamaan dalam menghadapi kesengsaraan selama 30 tahun menjadi pondasi kokoh pada bangunan yang diberi nama Paguyuban Keluarga Jawa (PKJ) 'Cipto Manunggal'. Atas nama kebersamaan pula, transmigran yang berasal dari daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Barat (Jabar) menggelar hajat syukuran.Ketua PKJ H Kaimun menegaskan, kedatangannya ke Singkut pada 1974 bersama transmigran lainnya hanya bermodalkan peralatan seadanya. "Padahal, kita hanya mendapat jatah lahan pertanian dalam wujud hutan untuk diolah menjadi lahan pertanian. Sungguh penderitaan yang kami alami benar-benar luar biasa," tuturnya seraya menambahkan, tidak cukup dengan satu dasa warsa harapan yang dinanti untuk masa depan itu muncul.Transmigran asal Jatim ini mengaku tidak mau menyerah, karena perubahan nasib itu bukan dari orang lain tetapi dari diri sendiri dengan kerja keras. Hasilnya, ujar Kaimun, setelah melewati jalan yang panjang masyarakat Singkut dapat meraih kehidupan yang layak. Secara ekonomi bisa dikatakan cukup sehingga mampu mendidik anak-anaknya sebagai generasi penerus pada perguruan tinggi. Bahkan kini ratusan sarjana telah lahir di ranah eks transmigrasi Singkut.Penuturan Kaimun dibenarkan oleh Kumaryoto asal Mlati Sleman, Ngatno asal Patuk, Suharno asal Ponjong, Sudirman dari Purworejo dan Slamet Kastalo yang kini jadi miliarder asal Boyolali dan beristerikan Srimiati asal Karangmojo, Gunungkidul. "Mereka semua adalah pekerja keras dan di antaranya sudah jadi PNS," jelas Suharno yang kini memiliki 7 hektar kebun karet dan menjadi ketua rombongan bagi 51 KK transmigran.Senada dengan itu disampaikan Sudirman yang kerabatnya banyak tinggal di Purworejo bahwa kebun karet yang dimiliki ada 5 hektar. "Saya tidak membayangkan kalau tetap tinggal di kampung, tentu tidak dapat memberikan pendidikan yang baik terhadap anak-anak," katanya. Di antara para pejuang di lokasi transmigrasi, ada satu sosok yang punya semangat tinggi. Dialah Slamet Kastalo asal Boyolali yang sejak datang ke lokasi transmigran Singkut 30 tahun lalu sebagai PPL dengan gaji Rp 32 ribu. Di lokasi ini juga dia menemukan jodohnya seorang guru bernama Srimiati asal Wonosari yang ditugaskan sebagai pengajar di UPT Singkut. "Saya kerja tidak kenal menyerah setelah punya istri. Sehabis salat tarawih, saya mencangkul hingga menjelang sahur," tutur Slamet. Dari kerja kerasnya itu ia telah memiliki hampir 150 hektar kebun karet dengan penghasilan Rp 200 juta perbulan. Atas keberhasilannya itu, kini dua anak Slamet kuliah di Yogyakarta masing-masing di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sedang skripsi dan di UPN. Ditanya berapa aset yang dimiliki saat ini, Slamet mengaku asetnya lebih dari Rp 3 miliar, termasuk tiga petak kebun yang ditanami pohon jati di Wonosari dan tiga rumah di Yogyakarta. "Dua bulan sebelum gempa, Alhamdulillah saya bisa membeli tiga rumah di Yogyakarta," tutur Slamet.Tiga rumah itu berlokasi di Candi Gebang Sleman, Ngipik dan Kotagede. Sedang kendaraan yang dimiliki ada empat yakni satu buah mobil mewah Fortuner, Honda Jazz dan dua truk. Slamet kini menjadi panutan untuk masyarakat transmigran, terutama partisipasinya dalam membangun kebersamaan melalui wadah PKJ. Ia tetap santun dan rendah hati meski telah sukses secara materi, namun tetap punya semangat belajar yang tinggi. Sebab, selain anak, istri yang melanjutkan kuliah, dirinya juga sedang kuliah di STIPER. Perhelatan besar yang diprakarsai warga transmigran ini, mendapat apresiasi dari masyarakat setempat. Pasalnya, transmigran yang memiliki wadah PKJ Cipto Manunggal tidak bersikap tertutup, justru berbaur dengan penduduk setempat serta pemerintah yang menjadi pelindung. Karena itu Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno hadir memenuhi undangan syukuran PKJ bersama Bupati Sarolangun H Hasan Basri Agus.Pada kesempatan ini Erman mengajak terus membangun komunikasi melalui dialog dengan masyarakat dan pemerintah setempat. "Pegang teguhlah peribahasa, dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Dengan demikian, kita dapat dengan mudah menghindari konflik yang mungkin terjadi," tandasnya. (Syaifullah Hadmar)

Tidak ada komentar: